Andi menangis, menjerit-jerit dan
berguling-guling di lantai karena menuntut ibunya untuk membelikan mainan
mobil-mobilan di sebuah hypermarket di Jakarta? Ibunya sudah berusaha
membujuk Andi dan mengatakan bahwa sudah banyak mobil-mobilan di rumahnya. Namun
Andi malah semakin menjadi-jadi. Ibunya menjadi serba salah, malu dan tidak
berdaya menghadapi anaknya. Di satu sisi, ibunya tidak ingin membelikan
mainan tersebut karena masih ada kebutuhan lain yang lebih mendesak. Namun
disisi lain, kalau tidak dibelikan maka ia kuatir Andi akan
menjerit-jerit semakin lama dan keras, sehingga menarik perhatian semua
orang dan orang bisa saja menyangka dirinya adalah orangtua yang kejam.
Ibunya menjadi bingung....., lalu akhirnya ia terpaksa membeli mainan yang
diinginkan Andi. Benarkah tindakan sang Ibu?
|
||
Temper Tantrum
|
||
Kejadian
di atas merupakan suatu kejadian yang disebut sebagai Temper Tantrums atau suatu luapan emosi yang meledak-ledak
dan tidak terkontrol. Temper Tantrum (untuk selanjutnya disebut sebagai Tantrum)
seringkali muncul pada anak usia 15 (lima belas) bulan sampai 6 (enam) tahun.
|
||
Tantrum biasanya terjadi pada anak yang aktif dengan energi berlimpah. Tantrum
juga lebih mudah terjadi pada anak-anak yang dianggap "sulit",
dengan ciri-ciri sebagai berikut:
|
||
1.
Memiliki kebiasaan tidur,
makan dan buang air besar tidak teratur.
2.
Sulit menyukai situasi,
makanan dan orang-orang baru.
3.
Lambat beradaptasi terhadap
perubahan.
4.
Moodnya (suasana hati) lebih sering negatif.
5.
Mudah terprovokasi, gampang
merasa marah/kesal.
6.
Sulit dialihkan
perhatiannya.
|
||
Tantrum termanifestasi dalam berbagai perilaku. Di bawah ini
adalah beberapa contoh perilaku Tantrum, menurut tingkatan usia:
|
||
1.
Di bawah usia 3 tahun:
|
||
|
|
|
2. Usia 3 - 4 tahun:
|
||
|
|
|
3. Usia 5 tahun ke atas
|
||
|
||
Faktor Penyebab
|
||
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
Tantrum. Diantaranya adalah sebagai berikut:
|
||
1. Terhalangnya
keinginan anak mendapatkan sesuatu.
|
||
Setelah tidak berhasil meminta sesuatu dan tetap menginginkannya, anak mungkin saja memakai cara Tantrum untuk menekan orangtua agar mendapatkan yang ia inginkan, seperti pada contoh kasus di awal. | ||
2. Ketidakmampuan anak mengungkapkan diri. | ||
Anak-anak punya keterbatasan bahasa, ada saatnya ia ingin mengungkapkan sesuatu tapi tidak bisa, dan orangtuapun tidak bisa mengerti apa yang diinginkan. Kondisi ini dapat memicu anak menjadi frustrasi dan terungkap dalam bentuk Tantrum. | ||
3. Tidak terpenuhinya kebutuhan. | ||
Anak yang aktif membutuh ruang dan waktu yang cukup untuk selalu bergerak dan tidak bisa diam dalam waktu yang lama. Kalau suatu saat anak tersebut harus menempuh perjalanan panjang dengan mobil (dan berarti untuk waktu yang lama dia tidak bisa bergerak bebas), dia akan merasa stres. Salah satu kemungkinan cara pelepasan stresnya adalah Tantrum. Contoh lain: anak butuh kesempatan untuk mencoba kemampuan baru yang dimilikinya. Misalnya anak umur 3 tahun yang ingin mencoba makan sendiri, atau umur anak 4 tahun ingin mengambilkan minum yang memakai wadah gelas kaca, tapi tidak diperbolehkan oleh orangtua atau pengasuh. Maka untuk melampiaskan rasa marah atau kesal karena tidak diperbolehkan, ia memakai cara Tantrum agar diperbolehkan. | ||
4. Pola asuh orangtua | ||
Cara orangtua mengasuh anak juga berperan untuk menyebabkan Tantrum. Anak yang terlalu dimanjakan dan selalu mendapatkan apa yang diinginkan, bisa Tantrum ketika suatu kali permintaannya ditolak. Bagi anak yang terlalu dilindungi dan didominasi oleh orangtuanya, sekali waktu anak bisa jadi bereaksi menentang dominasi orangtua dengan perilaku Tantrum. Orangtua yang mengasuh secara tidak konsisten juga bisa menyebabkan anak Tantrum. Misalnya, orangtua yang tidak punya pola jelas kapan ingin melarang kapan ingin mengizinkan anak berbuat sesuatu dan orangtua yang seringkali mengancam untuk menghukum tapi tidak pernah menghukum. Anak akan dibingungkan oleh orangtua dan menjadi Tantrum ketika orangtua benar-benar menghukum. Atau pada ayah-ibu yang tidak sependapat satu sama lain, yang satu memperbolehkan anak, yang lain melarang. Anak bisa jadi akan Tantrum agar mendapatkan keinginannya dan persetujuan dari kedua orangtua. | ||
5. Anak merasa lelah, lapar, atau dalam keadaan sakit. | ||
6. Anak sedang stres (akibat tugas sekolah, dll) dan karena merasa tidak aman (insecure).
|
||
Tindakan
|
||
Dalam buku Tantrums Secret to Calming the Storm (La
Forge: 1996) banyak ahli perkembangan anak menilai bahwa Tantrum adalah suatu
perilaku yang masih tergolong normal yang merupakan bagian dari proses
perkembangan, suatu periode dalam perkembangan fisik, kognitif dan emosi
anak. Sebagai bagian dari proses perkembangan, episode Tantrum pasti
berakhir. Beberapa hal positif yang
bisa dilihat dari perilaku Tantrum adalah bahwa dengan Tantrum anak ingin
menunjukkan independensinya, mengekpresikan individualitasnya, mengemukakan
pendapatnya, mengeluarkan rasa marah dan frustrasi dan membuat orang dewasa
mengerti kalau mereka bingung, lelah atau sakit. Namun demikian bukan berarti
bahwa Tantrum sebaiknya harus dipuji dan
disemangati (encourage).
Jika orangtua membiarkan Tantrum berkuasa (dengan memperbolehkan anak
mendapatkan yang diinginkannya setelah ia Tantrum, seperti ilustrasi di atas)
atau bereaksi dengan hukuman-hukuman yang keras dan paksaan-paksaan, maka
berarti orangtua sudah menyemangati dan memberi contoh pada anak untuk
bertindak kasar dan agresif (padahal sebenarnya tentu orangtua tidak setuju
dan tidak menginginkan hal tersebut). Dengan bertindak keliru dalam menyikapi
Tantrum, orangtua juga menjadi kehilangan satu kesempatan baik untuk
mengajarkan anak tentang bagaimana caranya bereaksi terhadap emosi-emosi yang
normal (marah, frustrasi, takut, jengkel, dll) secara wajar dan bagaimana
bertindak dengan cara yang tepat sehingga tidak menyakiti diri sendiri dan
orang lain ketika sedang merasakan emosi tersebut.
|
||
Pertanyaan sebagian besar orangtua adalah bagaimana
cara terbaik dalam menyikapi anak yang mengalami Tantrum. Untuk menjawab
pertanyaan tersebut kami mencoba untuk memberikan beberapa saran tentang
tindakan-tindakan yang sebaiknya dilakukan oleh orangtua untuk mengatasi hal
tersebut. Tindakan-tindakan
ini terbagi dalam 3 (tiga) bagian, yaitu:
|
||
Langkah pertama untuk mencegah terjadinya Tantrum
adalah dengan mengenali kebiasaan-kebiasaan anak, dan mengetahui secara pasti
pada kondisi-kondisi seperti apa muncul Tantrum pada si anak. Misalnya, kalau
orangtua tahu bahwa anaknya merupakan anak yang aktif bergerak dan gampang
stres jika terlalu lama diam dalam mobil di perjalanan yang cukup panjang.
Maka supaya ia tidak Tantrum, orangtua perlu mengatur agar selama perjalanan
diusahakan sering-sering beristirahat di jalan, untuk memberikan waktu bagi
anak berlari-lari di luar mobil.
|
||
Tantrum juga dapat dipicu karena stres akibat
tugas-tugas sekolah yang harus dikerjakan anak. Dalam hal ini mendampingi
anak pada saat ia mengerjakan tugas-tugas dari sekolah (bukan membuatkan
tugas-tugasnya lho!!!) dan mengajarkan hal-hal yang dianggap sulit, akan
membantu mengurangi stres pada anak karena beban sekolah tersebut.
Mendampingi anak bahkan tidak terbatas pada tugas-tugas sekolah, tapi juga
pada permainan-permainan, sebaiknya anak pun didampingi orangtua, sehingga
ketika ia mengalami kesulitan orangtua dapat membantu dengan memberikan
petunjuk.
|
||
Langkah kedua dalam mencegah Tantrum adalah dengan
melihat bagaimana cara orangtua mengasuh anaknya. Apakah anak terlalu
dimanjakan? Apakah orangtua bertindak terlalu melindungi (over protective),
dan terlalu suka melarang? Apakah kedua orangtua selalu seia-sekata dalam
mengasuh anak? Apakah orangtua menunjukkan konsistensi dalam perkataan dan
perbuatan?
|
||
Jika
anda merasa terlalu memanjakan anak, terlalu melindungi dan seringkali
melarang anak untuk melakukan aktivitas yang sebenarnya sangat dibutuhkan
anak, jangan heran jika anak akan mudah tantrum jika kemauannya tidak
dituruti. Konsistensi dan kesamaan persepsi dalam mengasuh anak juga sangat
berperan. Jika ada ketidaksepakatan, orangtua sebaiknya jangan
berdebat dan beragumentasi satu sama lain di depan anak, agar tidak
menimbulkan kebingungan dan rasa tidak aman pada anak. Orangtua hendaknya
menjaga agar anak selalu melihat bahwa orangtuanya selalu sepakat dan rukun.
|
||
Kembali ke atas
|
||
Jika Tantrum tidak bisa dicegah dan tetap terjadi, maka
beberapa tindakan yang sebaiknya dilakukan oleh orangtua adalah:
|
||
1. Memastikan segalanya aman. Jika Tantrum terjadi di muka umum, pindahkan anak ke tempat yang aman
untuknya melampiaskan emosi. Selama Tantrum (di rumah maupun di luar rumah),
jauhkan anak dari benda-benda, baik benda-benda yang membahayakan dirinya
atau justru jika ia yang membahayakan keberadaan benda-benda tersebut. Atau
jika selama Tantrum anak jadi menyakiti teman maupun orangtuanya sendiri,
jauhkan anak dari temannya tersebut dan jauhkan diri Anda dari si anak.
2. Orangtua harus tetap tenang, berusaha menjaga
emosinya sendiri agar tetap tenang. Jaga emosi jangan sampai memukul dan
berteriak-teriak marah pada anak.
3. Tidak mengacuhkan Tantrum anak (ignore). Selama Tantrum
berlangsung, sebaiknya tidak membujuk-bujuk, tidak berargumen, tidak
memberikan nasihat-nasihat moral agar anak menghentikan Tantrumnya, karena
anak toh tidak akan
menanggapi/mendengarkan. Usaha menghentikan Tantrum seperti itu malah
biasanya seperti menyiram bensin dalam api, anak akan semakin lama Tantrumnya
dan meningkat intensitasnya. Yang terbaik adalah membiarkannya. Tantrum
justru lebih cepat berakhir jika orangtua tidak berusaha menghentikannnya
dengan bujuk rayu atau paksaan.
4. Jika perilaku Tantrum dari menit ke menit malahan
bertambah buruk dan tidak selesai-selesai, selama anak tidak memukul-mukul
Anda, peluk anak dengan rasa cinta. Tapi
jika rasanya tidak bisa memeluk anak dengan cinta (karena Anda sendiri
rasanya malu dan jengkel dengan kelakuan anak), minimal Anda duduk atau
berdiri berada dekat dengannya. Selama melakukan hal inipun tidak perlu
sambil menasihati atau complaint (dengan
berkata: "kamu kok begitu sih nak, bikin mama-papa sedih";
"kamu kan sudah besar, jangan seperti anak kecil lagi dong"), kalau
ingin mengatakan sesuatu, cukup misalnya dengan mengatakan "mama/papa
sayang kamu", "mama ada di sini sampai kamu selesai". Yang penting di sini adalah memastikan
bahwa anak merasa aman dan tahu bahwa orangtuanya ada dan tidak menolak (abandon) dia.
|
||
Kembali ke atas | ||
Saat Tantrum anak sudah berhenti, seberapapun parahnya
ledakan emosi yang telah terjadi tersebut, janganlah diikuti dengan hukuman,
nasihat-nasihat, teguran, maupun sindiran. Juga jangan diberikan hadiah
apapun, dan anak tetap tidak boleh mendapatkan apa yang diinginkan (jika
Tantrum terjadi karena menginginkan sesuatu). Dengan tetap tidak memberikan
apa yang diinginkan si anak, orangtua akan terlihat konsisten dan anak akan
belajar bahwa ia tidak bisa memanipulasi orangtuanya.
|
||
Berikanlah rasa cinta dan rasa aman Anda kepada anak.
Ajak anak, membaca buku atau bermain sepeda bersama. Tunjukkan kepada anak,
sekalipun ia telah berbuat salah, sebagai orangtua Anda tetap mengasihinya.
|
||
Setelah Tantrum berakhir, orangtua perlu mengevaluasi
mengapa sampai terjadi Tantrum. Apakah benar-benar anak yang berbuat salah
atau orangtua yang salah merespon perbuatan/keinginan anak? Atau karena anak
merasa lelah, frustrasi, lapar, atau sakit? Berpikir ulang ini perlu, agar
orangtua bisa mencegah Tantrum berikutnya.
|
||
Jika anak yang dianggap salah, orangtua perlu berpikir
untuk mengajarkan kepada anak nilai-nilai
atau cara-cara baru agar anak tidak mengulangi kesalahannya. Kalau
memang ingin mengajar dan memberi nasihat, jangan dilakukan setelah Tantrum
berakhir, tapi lakukanlah ketika keadaan sedang tenang dan nyaman bagi
orangtua dan anak. Waktu yang tenang dan nyaman adalah ketika Tantrum belum
dimulai, bahkan ketika tidak ada tanda-tanda akan terjadi Tantrum. Saat
orangtua dan anak sedang gembira, tidak merasa frustrasi, lelah dan lapar
merupakan saat yang ideal.
|
||
Kembali ke
|
||
Dari uraian diatas dapat terlihat bahwa kalau orangtua
memiliki anak yang "sulit" dan mudah menjadi Tantrum, tentu tidak
adil jika dikatakan sepenuhnya kesalahan orangtua. Namun harus diakui bahwa
orangtualah yang punya peranan untuk membimbing anak dalam mengatur
emosinya dan mempermudah kehidupan anak agar Tantrum tidak terus-menerus
meletup. Beberapa saran diatas mungkin dapat berguna bagi anda terutama bagi
para ibu/ayah muda yang belum memiliki pengalaman mengasuh anak. Selamat
membaca, semoga bermanf
|
Kamis, 13 September 2012
Tantrum
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar