Kamis, 13 September 2012

Agar Anak Jadi Dirinya Sendiri



Orang tua, menurut Ida, harus sangat hati-hati dalam mendidik anak, terutama untuk memberi tahu hal-hal baru. Mendidik anak zaman sekarang situasinya berbeda dengan anak generasi dahulu. Pernyataan itu bukan slogan, Ida Safitri mengalaminya sendiri. Dokter spesialis anak RS Dr Sardjito/FK UGM ini mengaku kadang merasa tertegun-tegun mendengar pertanyaan sang anak. Suatu ketika si bungsu, setelah membaca koran tentang bupati digugat kasus korupsi, tiba-tiba bertanya padanya. ''Waktu Kakek dulu jadi bupati, termasuk yang baik atau yang korup?'' Kebetulan dulu ayah Ida seorang ABRI yang pernah menjadi bupati di Purworejo.
''Saya kaget juga. Padahal waktu saya sebesar anak saya, sepertinya tidak terpikir untuk menanyakan hal-hal seperti itu. Hal ini karena informasi yang sangat mudah diperoleh anak-anak,''tutur ibu dari Ardhina Ramania (13 tahun) dan Anggita Retnani (8 tahun) ini. Meski sempat terkaget-kaget, Ida memahami benar tentang zaman yang dihadapi anak-anaknya. Apalagi dengan adanya informasi yang luar biasa di sekelilingnya, anak-anak dengan sangat mudah mengakses berbagai macam informasi, baik lewat media elektronik, cetak, apalagi internet. Karena itu, kata istri dari dr Laksono Trisnantoro MSc PhD ini, orang tua harus sangat hati-hati dalam mendidik anak-anak, terutama untuk memberi tahu hal-hal baru. 

Ada aturan
Ida merasakan benar betapa anak adalah titipan Sang Pencipta. ''Saya harus mengentaskan mereka dan suatu ketika mereka akan menjadi dirinya sendiri. Di saat anak-anak masih muda, kitalah yang paling bertanggung jawab untuk mengarahkan mereka,'' tutur Ida yang mengaku masih cukup kuat untuk merawat sendiri bila anak sakit. Bertanggung jawab untuk mengarahkan, jelasnya, tak bisa hanya dengan mengharuskan anak untuk begini dan begitu. ''Karena anak juga melihat kondisi yang tidak seperti ia terima dari orang tuanya,''kata istri direktur PMPK (Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan) Fakultas Kedokteran UGM ini.

Ida mengaku pernah diprotes Anggita karena tidak pernah menjemput dan menunggui di sekolah seperti ibu temannya. Ia pun kemudian menjelaskan bahwa bentuk perhatian dan kasih sayang bermacam-macam. ''Saya jelaskan bahwa ibu tidak bisa menunggu Adik (red. Anggita), karena harus bekerja dan diperlukan oleh pasien-pasien ibu yang juga memerlukan perhatian,'' tuturnya. 

Pada kesempatan yang sama, Ida juga menjelaskan bahwa sebagai orang yang bekerja, ia pun terikat dengan aturan. Dijelaskannya pula, ia tak bisa setiap hari membolos untuk menjemput karena bisa mendapat catatan buruk dari atasan. ''Seperti halnya Adik, kalau setiap hari membolos, tentu akan ditegur oleh guru Adik. Ibu akan jemput Adik sekali-kali saja, kalau ibu bisa,'' ungkapnya. Ida juga selalu berusaha memberikan penjelasan kepada anak-anak mengenai kejujuran. Misalnya, bila mereka bisa sekolah dengan fasilitas yang baik, pergi ke sekolah diantar sopir pakai mobil, itu semua diperoleh dengan kerja keras.
Walaupun tidak bisa mengantar-jemput anak-anak, tetapi setiap anak-anak berangkat sekolah, Ida dan suami selalu berusaha melepas keberangkatan mereka. ''Menurut saya anak berangkat sekolah harus pamitan kepada kedua orang tua dan mengucapkan salam, kemudian saya melepas keberangkatannya. Ritual seperti itu bagi saya sangat penting. Karena siang hari mereka pulang sekolah, saya belum berada di rumah,''tuturnya.

Agar seimbang
Karena kesibukan suami-istri yang sama-sama berprofesi sebagai dosen dan dokter, maka Ida dan Laksono memanfaatkan betul hari Sabtu dan Ahad untuk keluarga. Biasanya mereka jalan-jalan atau ke toko buku. Atau karena sekeluarga hobi memelihara ikan, maka kadang mereka pergi keluar mencari ikan. Selain itu mereka juga sering pergi ke tempat yang ada panorama pedesaan dan konservasi alam.

''Karena dari keluarga pihak suami banyak yang aktif di bidang lingkungan, saya pun ingin memperkenalkan kepada anak-anak tentang masalah lingkungan agar anak-anak mempunyai kepedulian untuk turut menjaga lingkungan,'' kata Ida yang juga sebagai staf di Sub Bagian Penyakit Infeksi Tropis, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK UGM. Sebagai penyeimbang dan sarana sosialisasi, kedua anaknya ikut les piano. ''Saya katakan kepada anak-anak, dengan les musik tidak berarti mereka harus jadi pemusik,'' demikian Ida. Bila anak memahami musik itu baik. Bila suatu ketika anak ada suatu masalah, maka bermain musik bisa sebagai penyaluran. 

Untuk menghadapi kebutuhan dan tuntutan zaman sekarang, anak-anak juga dileskan bahasa Inggris. ''Kebetulan kami sekeluarga pernah tinggal setahun di Amerika. Dengan les bahasa Inggris dapat untuk mempertahankan supaya tidak hilang kemampuan berbahasa Inggris anak-anak,''kata Ida yang lahir di Solo, 27 Januari 1966 ini. Kepada anak-anak, Ida mengatakan, kemampuan berbahasa Inggris yang baik akan dapat mempermudah akses di mana pun. Untuk membiasakan mereka, komunikasi di rumah banyak menggunakan bahasa Inggris. Untuk pendidikan agama mendatangkan guru mengaji ke rumah seminggu tiga kali. ''Yang ikut mengaji bukan hanya keluarga saya, tetapi anak-anak tetangga juga banyak yang datang,''ungkapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar