Kamis, 13 September 2012

Ancaman Narkoba YABA di Tahun 2012

Beredarnya Narkoba jenis baru, yang disinyalir beredar melalui pelabuhan – pelabuhan. salah satu ancaman bagi Negara kita kali ini berupa Pil yang berasal dari Myanmar, informasi juga didapat dari Malaysia terkait adanya peredaran narkoba jenis pil ini, kita harus mengambil tindakan tepat dan cepat untuk melindungi orang – orang muda terutama anak – anak sekolah dasar karena mereka rentan dan belum mengerti bahaya narkoba.

Beberapa informasi dari Polis Diraja Malaysia pil Yaba terkenal murah dan tidak menutup kemungkinan segera menyebar ke Indonesia, namun pil Yaba telah beredar di Malaysia. Pil yaba berharga murah dan peredaran di Malaysia dengan cara yang semakin canggih. Di temukan di Malaysia terdiri dari tiga butir dalam satu shaset, namun jika pengguna menggunakan sebanyak 2 butir maka akan menimbulkan efek seperti mabuk namun jika pemakai menggunakan 3 butir sekaligus maka efeknya seperti menggunakan pil ekstasi. Dan masih diteliti oleh pemerintah Malaysia, yang ditemukan sekitar 500 butir di wilayah Kedah yang berbatasan dengan pulau Pinang dan tempat pelabuhan sandar kapal dari Myanmar.

Para orang tua dan guru – guru sebaiknya turut menjaga dan mewaspadai dengan dagangan sekeliling sekolah dan penjual makanan asongan yang tidak menetap, terutama yang di jual oleh orang – orang yang tidak dikenal maksud saya hari ini ada besok tidak berjualan lagi. karena di isu kan narkoba jenis baru ini di jual dalam bentuk pensil dengan hiasan warna - warna dan rasanya manis sehingga menarik hati anak – anak untuk mencobanya dengan harga yang murah dan mudah terjangkau kantong anak sekolah yang begitu dimakan akan merasakan halusinasi dan merasa tidak capai sama sekali tetapi begitu efek nya hilang si pemakai akan merasa sakit dan kemungkinan besar mengalami kematian.

Tidak ada salahnya kita berhati – hati akan bahaya narkoba dengan penyuluhan, pemberitahuan dan menjaga generasi muda, kita bisa menasihati anak – anak sekolah dasar untuk tidak menerima apapun terutama dalam bentuk permen atau coklat dari orang yang tidak mereka kenal. Dan para remaja untuk tidak tergiur mencoba – coba, karena ada hal yang ada hal – hal yang tidak harus dicoba, seperti kata Agnes Monika “ jika kita tahu itu kotoran atau maaf tinja kita tidak mau mencobanya demikian dengan narkoba jika kita tahu itu obat Gila yang merusak syaraf, kesehatan dan membuat kecanduan seumur hidup kenapa anda mau mencobanya dan menjerumuskan diri kedalam jurang neraka.(Juliana Madju)

Disiplin Halus



Banyak teknik disiplin membuat anak merasa harus menyenangkan orang tua agar bisa disayang. Bagaimana mendisiplin anak secara halus itu? Lulu bermain terus saat pelajaran menyusun balok bangunan. Akhirnya, Bu Guru menyuruh bocah berumur lima tahun itu meninggalkan karpet, untuk membaca buku. ''Begitu siap, Lulu kembali ke sini ya?'' kata Bu Guru.
Cara ini tak langsung berhasil. Namun, akhirnya Lulu siap mengikuti kegiatan menyusun balok bangunan. Metode pendisiplinan yang digunakan guru Lulu bisa disebut time away. Time away adalah salah satu cara pendisiplinan yang disinggung oleh Kerry Jones dalam seminar Managing Children's Behaviourdi Jakarta, 

Ada banyak cara pendisiplinan anak. Mulai dari memukul, menjewer, menyelentik, hingga mengata-ngatai anak dengan kata-kata menyakitkan. Belakangan, orang tua mulai meninggalkan hukuman fisik. Teknik time out pun kemudian banyak menjadi pilihan.
Time out biasa dijalankan dengan cara menyuruh anak ke sudut ruangan yang kosong untuk beberapa menit sampai ia bisa mengendalikan diri. Bisa juga dilakukan dengan cara mengambil hal-hal yang disukainya untuk sementara waktu. Misalnya, melarang nonton tv untuk beberapa hari, memotong uang saku.
Orang tua dan pendidik masa kini cenderung menggunakan teknik yang lebih halus, tapi tak kurang mengontrol. Dari sudut pandang ini, berbagai hukuman, termasuk time out, bahkan juga pemberian hadiah atas suatu perbuatan adalah pelbagai bentuk kontrol orang tua dan guru. Pesan yang tertangkap oleh anak, mereka disayangi hanya bila mereka menyenangkan hati orang tua. Padahal, bukan itu sebenarnya pesan yang ingin disampaikan sebagian besar orang tua maupun guru di sekolah. 

Mengontrol diri sendiri
Time out juga termasuk tindakan mengontrol anak. Alih-alih merenungkan perbuatan buruk yang dilakukannya, anak-anak saat dikenai time out justru melakukan yang lain. ''Selama (time out--red) itu, ia mengejek, atau memikirkan cara membalas (hukuman itu --red) Anda?'' kata Jones yang juga wakil kepala sekolah sebuah sekolah nasional plus di Jakarta. 


''Cara ini berhasil untuk jangka pendek,'' kata wanita bertubuh tegap itu. Misalnya, anak akan menghentikan perbuatan mengganggunya. Tapi, dari pengalamannya, Jones menyangsikan keefektifan time out untuk jangka panjang. Karena itu, ia menyimpulkan, pada banyak kasus, time out tidak efektif.
Salah satu cara yang tak bersifat menghukum adalah dengan memberi kesempatan anak untuk mengontrol dirinya sendiri. Orang menyebutnya teknik disiplin positif. Salah satunya dengan cara time away. Sebenarnya, time away hampir mirip dengan time out. Jadi, anak dihentikan dari keadaan di mana ia tak bisa mengendalikan dirinya sendiri dan memerlukan waktu beberapa menit untuk memulihkan keadaannya.

Time away tak hanya bisa dilakukan di sekolah. Time away, menurut Kerry Jones, justru lebih mudah dilakukan di rumah. Sebab, orang tua lebih mengenal anak, lebih mengetahui kegiatan yang disukai sang anak. Bila time out, anak disuruh masuk kamar. Tapi, time away, anak disuruh memilih kegiatan yang disukainya dalam waktu tertentu. Bila selesai, saran Jones, ajak anak bicara mengapa ia harus melakukan pekerjaan atau tugas itu.
''Intinya, membangun pengertian anak,'' kata pendidik asal Australia yang mempunyai pengalaman lebih dari 15 tahun di bidang usia dini ini. ''Berbicara itu penting.'' Bila anak tak mau membantu pekerjaan rumah tangga, misalnya, Jones menyarankan agar orang tua memberi penjelasan. Anak perlu tahu pentingnya ia melakukan pekerjaan itu untuk dirinya dan orang lain. Misalnya, jika ia membersihkan kamar, kamar menjadi bersih, tidur jadi enak, dan menimbulkan rasa nyaman. 

Nah, bila anak selalu menolak, kata Jones, minta anak menyatakan saat ia siap melakukan tugasnya. Dan, ia harus melakukannya saat yang dijanjikannya. Kepada peserta seminar yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pendidik Anak Usia Dini Indonesia ini, Jones menjelaskan, metode pendisiplinan ini memberi anak lebih banyak peluang untuk membuat keputusan. Sebab, bagaimanapun juga, anak belajar cara membuat keputusan yang baik adalah dengan membuat keputusan, bukan dengan mengikuti instruksi.

Konsekuensi logis dan alami
Mendisiplin anak tanpa menghukum muncul dari kalangan yang memegang prinsip unconditional love (cinta tanpa syarat) antara orang tua dan anak. Namun, kalangan ini tak sependapat bila mereka mengembangkan pola asuh permisif. Pandangan ini menyebut banyak cara mendisiplin anak tanpa menyakiti hati anak. Selain time away, Jones menyebut, disiplin bisa dipelajari melalui pengalaman konsekuensi alami dan logis.

Konsekuensi alami memungkinkan anak mengalami konsekuensi yang secara alamiah terjadi sebagai hasil dari tindakan mereka. Misalnya, jika sikecil menolak menyimpan mainannya yang tergeletak di belakang mobil di garasi, Ayah menabraknya saat berangkat kerja esok harinya. Soalnya, ayah tak tahu barang itu ada di sana. Anak akan ingat untuk menyimpan mainannya di hari-hari berikutnya. Tentu saja, ada konsekuensi alami yang tak boleh dilakukan orang tua, misalnya konsekuensi alami bermain di jalan.

Konsekuensi logis adalah konsekuensi yang secara logis berhubungan dengan perilaku anak. Misalnya, si kecil menolak menyimpan mainannya, dan diingatkan jika tidak disimpan, ayah dan ibu akan menyimpan untuk beberapa waktu. Maka, anak yang tak menyimpan mainannya dan mainan itu disingkirkan orang tuanya akan belajar menyimpannya saat diminta.
Konsekuensi yang secara logis tak berhubungan dengan perilaku anak seperti halnya melarang menonton televisi karena tidak menyimpan mainan. Penting dicatat, tak ada satu cara disiplin yang mudah. Tak ada pula cara mendisiplin anak yang benar atau yang salah. Setiap anak, setiap orang tua, dan setiap keluarga berbeda dan perlu mencari paduan teknik disiplin yang cocok bagi mereka.

Di Bawah Pengaruh Teman



Ibu pengasuh yang saya hormati, saya memiliki anak perempuan berumur 10 tahun. Di kelas ia berteman dengan anak perempuan lain yang umurnya sama. Yang menjadi masalah adalah anak saya seperti merasa harus mengikuti semua permintaan temannya itu. Anak saya takut jika tidak menuruti permintaan temannya ia akan dimusuhi. Akhirnya, ia berusaha menunjukkan pada saya bahwa temannya itu baik pada saat saya melarangnya untuk tidak main lagi dengannya. Yang saya ingin tanyakan, mengapa anak saya merasa harus memenuhi tuntutan teman dan takut kehilangan temannya itu. Apa yang harus saya lakukan?
Ibu N, Jakarta

Jawab:
Ibu N yang baik, masa-masa prapubertas biasanya anak sangat tergantung pada teman. Oleh karena itu, orang tua harus menumbuhkan rasa percaya diri anak sejak dini dan mengembangkan kemandirian anak dalam berpikir dan mengambil keputusan. Kedua hal ini sangat penting ketika banyak tawaran-tawaran yang dihadapi anak di masa remaja.

Ketika seorang anak tidak mandiri dan kurang percaya diri, ia cenderung mengikuti tuntutan teman (kelompok) walaupun dia tidak menyukainya. Kebutuhan untuk dihargai dan diakui membuat anak berusaha untuk memenuhi desakan teman. dalam hal ini anak 'menyogok' agar tetap diterima sebagai anggota kelompok. Repotnya kalau permintaan kelompok adalah hal-hal yang bersifat menjerumuskan anak seperti merokok, minum, minuman beralkohol atau berpakaian yang kurang sopan. Akhirnya, anak kita tampil tidak sesuai dengan harapan kita.
Orang tua sebaiknya menjalin komunikasi dengan anak dan menjadi sahabat anak remaja. Cobalah mengontrol emosi dan pahami perasaan apa yang sedang dirasakan anak. Jika berkomunikasi dengan anak, Ibu jangan langsung menuduh atau menjatuhkan harga diri anak. Anak cenderung mengelak atau tidak mau bicara pada saat ia tersudut. 

Dengan memahami perasaannya, Ibu seperti membuka saluran emosinya. Anak akan menceritakan 'penderitaan'-nya dan Ibu dapat mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Dari sini Ibu dapat mengatur langkah-langkah apa yang akan diambil. Apakah membicarakan dengan guru, orang tua anak itu, atau kepada anak itu sendiri.
Namun, di atas segalanya, yang paling penting dibenahi adalah anak kita sendiri. Sudahkah kita menghargai semua kelebihan yang dia miliki, apakah kita memberi anak kita kesempatan untuk Berpikir, Memilih, dan Mengambil Keputusan? Arahkan anak untuk menemukan potensi dirinya dan kembangkan rasa percaya dirinya. Inilah modal utama anak untuk mampu mengikuti tuntutan sosial dan menolak keburukan. Semoga Allah memberi kekuatan pada Ibu dan menjaga anak Ibu dari pengaruh-pengaruh buruk temannya. Amin...Wassalam

Berilah Ia Kesempatan



Bagaimana agar anak bisa berbagi rasa dengan orang lain? Psikolog Mayke S Tedjasaputra menyatakan, yang pertama dari orang tua ke anak. Orang tua perlu selalu berempati sehingga anak juga berempati. Orang tua mengajarkan, kalau ada sesuatu, perlu dibagi kepada orang lain sehingga ia mencoba menerapkan kepada temannya. ''Tapi, kesempatan bergaul perlu diberikan. Kalau tidak ada pergaulan, bagaimana dia belajar berbagi dengan teman,'' katanya. 

Mayke mengatakan, kemampuan untuk mengatur diri berkaitan dengan kecerdasan intrapersonal. Sejak anak sudah bisa melakukan segala sesuatunya sendiri, maka perlu diberikan kesempatan. Misalnya, di usia 12 bulan mulai bisa makan sendiri, berikan ia kesempatan mencoba melakukannya, walaupun menyita waktu lebih lama dan menjadi agak berantakan.

Di usia 18 bulan sudah terampil berjalan, maka berikan kesempatan mengitari ruangan. Jangan biasakan digedong terus menerus karena akan menghambat keterampilan fisik-motorik, kesempatan berekspresi, dan membangun rasa percaya diri. ''Singkatnya, anak diberi tempat untuk mengembangkan anatomi di usia 18 - 36 bulan sehingga usia 3 - 5 tahun inisiatif anak juga akan berkembang,'' tuturnya.
Memasuki usia sekolah, 6 - 12 tahun, anak mampu memotivasi diri, mempunyai keinginan dan semangat untuk menguasai berbagai ketrampilan, baik olahraga maupun akademis. Di usia 12 - 19 tahun akan terbentuk identitas yang jelas mengenai dirinya, tidak canggung, bingung, atau malah kacau sebab dia menilai dirinya sebagai orang yang mempunyai arti.(bur )

Anak Harus Belajar Ikhlas



Kalau kita ikhlas mengerjakan sesuatu, mudah-mudahan Allah ikhlas memberi kepada kita. Kejujuran dan keikhlasan menjadi landasan utama bagi pasangan Ir Abdul Hadi Jamal MM IPM dengan Dra Hidayani Hadi dalam mendidik anak. Dua hal itu ditanamkan sejak dini sebagai bekal utama bagi anak dalam menjalani hari-hari mereka untuk menapak hari esok yang lebih baik. ''Kalau kita ikhlas mengerjakan sesuatu, mudah-mudahan Allah ikhlas memberi kepada kita,'' Hidayani menjelaskan.

Hadi yang juga komisaris Majalah Sabili dan Majalah Forum ini berpendapat, menanamkan sikap kejujuran dan keikhlasan, tidak hanya sebatas ucapan, tapi harus diwujudkan dalam bentuk contoh konkret. Dalam kaitan ini, rambu-rambu agama dijadikan sebagai pagar pengaman dalam setiap langkah. Kesadaran itu pula yang mendorong pasangan suami istri ini untuk memberikan pendidikan agama kepada anak tidak hanya di rumah. Empat anak mereka menempuh jenjang pendidikan dasar di lembaga pendidikan Islam. Mulai dari si sulung Muchlishah yang kini tercatat sebagai mahasiswi Fakultas Teknik Elektronika Universitas Indonesia, Muhammad Ilham Rifurio dan Mushehani yang kini duduk di SMA hingga si bungsu Mufiedah.

Menyekolahkan anak di lembaga pendidikan Islam dirasakan perlu untuk membantu mendukung pendidikan yang diberikan di rumah dalam menanamkan akhlak dan berbudi pekerti kepada anak. Hadi dan Hidayani meyakini, sekolah Islam memberikan pendidikan akhlak dan budi pekerti yang baik kepada anak. Ini sejalan dengan pendidikan yang mereka peroleh di rumah. Bagi Hadi Jamal, akhlak adalah segalanya bagi anak. Lelaki kelahiran 18 November 1957 ini mengakui, peran ibu amat besar dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran dan keikhlasan kepada anak. Hidayani selalu berusaha meluangkan waktu bersama anak. Sebagai sarjana pendidikan, dia pula yang terus mengikuti perkembangan psikologi anak-anaknya. ''Kalau anak ingin melakukan sesuatu, saya tidak melarang. Saya cuma kasih gambaran,'' tuturnya. 

Dia pulalah yang mencari guru privat bagi anak-anaknya untuk belajar di rumah. Ini dilakukan untuk memperdalam materi pelajaran yang diperoleh di sekolah. Memberikan les tambahan kepada anak bukan tanpa alasan? Hadi Jamal mengatakan, tujuan utama sekolah bukan nilai, tapi ilmu. Ilmu itu yang harus diketahui dan dikuasai. Karena itulah, guru yang mengajar privat di rumah bukan guru anak di sekolah. ''Kalau guru (di sekolah), ada subjektivitas,'' ujarnya.

Keluarga ini juga menanamkan kemandirian dan hidup hemat kepada anak-anaknya. Hadi juga mengatakan, karena rata-rata anak-anaknya bersekolah dari pagi hingga petang, mau tidak mau mereka mempunyai kebutuhan sendiri selama mengikuti aktivitas di sekolah. Untuk itu, mereka dibiasakan menghitung sendiri kebutuhan masing-masing, lalu diajukan kepada orang tua. Ini dilakukan agar anak belajar mengatur anggaran sendiri. ''Tapi kalau soal buku, tidak ada batasan,'' dia menuturkan. Hadi Jamal melihat anak-anaknya kerap memperoleh tugas mencari dana dalam berbagai aktivitas kepanitiaan yang diikuti di sekolah. 

Baginya, itu hal yang positif. Sebab dengan tugas mencari dana untuk kegiatan bersama, anak memperoleh kesempatan ikut merasakan betapa sulitnya mencari uang. Toh, di tengah kesibukannya yang padat sebagai yang dikenal sebagai salah satu ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional (DPP PAN), anggota Komisi V DPR-RI, pimpinan unit usaha PT Bukaka, dan komisaris di dua media, Hadi Jamal masih selalu berusaha dekat dengan anak-anaknya. Ia senantiasa menyempatkan diri mengantar anak-anaknya ke sekolah. Itu sekaligus menjadi kesempatan baginya untuk bisa leluasa mengobrol dengan anak.

Agar Anak Jadi Dirinya Sendiri



Orang tua, menurut Ida, harus sangat hati-hati dalam mendidik anak, terutama untuk memberi tahu hal-hal baru. Mendidik anak zaman sekarang situasinya berbeda dengan anak generasi dahulu. Pernyataan itu bukan slogan, Ida Safitri mengalaminya sendiri. Dokter spesialis anak RS Dr Sardjito/FK UGM ini mengaku kadang merasa tertegun-tegun mendengar pertanyaan sang anak. Suatu ketika si bungsu, setelah membaca koran tentang bupati digugat kasus korupsi, tiba-tiba bertanya padanya. ''Waktu Kakek dulu jadi bupati, termasuk yang baik atau yang korup?'' Kebetulan dulu ayah Ida seorang ABRI yang pernah menjadi bupati di Purworejo.
''Saya kaget juga. Padahal waktu saya sebesar anak saya, sepertinya tidak terpikir untuk menanyakan hal-hal seperti itu. Hal ini karena informasi yang sangat mudah diperoleh anak-anak,''tutur ibu dari Ardhina Ramania (13 tahun) dan Anggita Retnani (8 tahun) ini. Meski sempat terkaget-kaget, Ida memahami benar tentang zaman yang dihadapi anak-anaknya. Apalagi dengan adanya informasi yang luar biasa di sekelilingnya, anak-anak dengan sangat mudah mengakses berbagai macam informasi, baik lewat media elektronik, cetak, apalagi internet. Karena itu, kata istri dari dr Laksono Trisnantoro MSc PhD ini, orang tua harus sangat hati-hati dalam mendidik anak-anak, terutama untuk memberi tahu hal-hal baru. 

Ada aturan
Ida merasakan benar betapa anak adalah titipan Sang Pencipta. ''Saya harus mengentaskan mereka dan suatu ketika mereka akan menjadi dirinya sendiri. Di saat anak-anak masih muda, kitalah yang paling bertanggung jawab untuk mengarahkan mereka,'' tutur Ida yang mengaku masih cukup kuat untuk merawat sendiri bila anak sakit. Bertanggung jawab untuk mengarahkan, jelasnya, tak bisa hanya dengan mengharuskan anak untuk begini dan begitu. ''Karena anak juga melihat kondisi yang tidak seperti ia terima dari orang tuanya,''kata istri direktur PMPK (Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan) Fakultas Kedokteran UGM ini.

Ida mengaku pernah diprotes Anggita karena tidak pernah menjemput dan menunggui di sekolah seperti ibu temannya. Ia pun kemudian menjelaskan bahwa bentuk perhatian dan kasih sayang bermacam-macam. ''Saya jelaskan bahwa ibu tidak bisa menunggu Adik (red. Anggita), karena harus bekerja dan diperlukan oleh pasien-pasien ibu yang juga memerlukan perhatian,'' tuturnya. 

Pada kesempatan yang sama, Ida juga menjelaskan bahwa sebagai orang yang bekerja, ia pun terikat dengan aturan. Dijelaskannya pula, ia tak bisa setiap hari membolos untuk menjemput karena bisa mendapat catatan buruk dari atasan. ''Seperti halnya Adik, kalau setiap hari membolos, tentu akan ditegur oleh guru Adik. Ibu akan jemput Adik sekali-kali saja, kalau ibu bisa,'' ungkapnya. Ida juga selalu berusaha memberikan penjelasan kepada anak-anak mengenai kejujuran. Misalnya, bila mereka bisa sekolah dengan fasilitas yang baik, pergi ke sekolah diantar sopir pakai mobil, itu semua diperoleh dengan kerja keras.
Walaupun tidak bisa mengantar-jemput anak-anak, tetapi setiap anak-anak berangkat sekolah, Ida dan suami selalu berusaha melepas keberangkatan mereka. ''Menurut saya anak berangkat sekolah harus pamitan kepada kedua orang tua dan mengucapkan salam, kemudian saya melepas keberangkatannya. Ritual seperti itu bagi saya sangat penting. Karena siang hari mereka pulang sekolah, saya belum berada di rumah,''tuturnya.

Agar seimbang
Karena kesibukan suami-istri yang sama-sama berprofesi sebagai dosen dan dokter, maka Ida dan Laksono memanfaatkan betul hari Sabtu dan Ahad untuk keluarga. Biasanya mereka jalan-jalan atau ke toko buku. Atau karena sekeluarga hobi memelihara ikan, maka kadang mereka pergi keluar mencari ikan. Selain itu mereka juga sering pergi ke tempat yang ada panorama pedesaan dan konservasi alam.

''Karena dari keluarga pihak suami banyak yang aktif di bidang lingkungan, saya pun ingin memperkenalkan kepada anak-anak tentang masalah lingkungan agar anak-anak mempunyai kepedulian untuk turut menjaga lingkungan,'' kata Ida yang juga sebagai staf di Sub Bagian Penyakit Infeksi Tropis, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK UGM. Sebagai penyeimbang dan sarana sosialisasi, kedua anaknya ikut les piano. ''Saya katakan kepada anak-anak, dengan les musik tidak berarti mereka harus jadi pemusik,'' demikian Ida. Bila anak memahami musik itu baik. Bila suatu ketika anak ada suatu masalah, maka bermain musik bisa sebagai penyaluran. 

Untuk menghadapi kebutuhan dan tuntutan zaman sekarang, anak-anak juga dileskan bahasa Inggris. ''Kebetulan kami sekeluarga pernah tinggal setahun di Amerika. Dengan les bahasa Inggris dapat untuk mempertahankan supaya tidak hilang kemampuan berbahasa Inggris anak-anak,''kata Ida yang lahir di Solo, 27 Januari 1966 ini. Kepada anak-anak, Ida mengatakan, kemampuan berbahasa Inggris yang baik akan dapat mempermudah akses di mana pun. Untuk membiasakan mereka, komunikasi di rumah banyak menggunakan bahasa Inggris. Untuk pendidikan agama mendatangkan guru mengaji ke rumah seminggu tiga kali. ''Yang ikut mengaji bukan hanya keluarga saya, tetapi anak-anak tetangga juga banyak yang datang,''ungkapnya.