Kamis, 13 September 2012

Disiplin Halus



Banyak teknik disiplin membuat anak merasa harus menyenangkan orang tua agar bisa disayang. Bagaimana mendisiplin anak secara halus itu? Lulu bermain terus saat pelajaran menyusun balok bangunan. Akhirnya, Bu Guru menyuruh bocah berumur lima tahun itu meninggalkan karpet, untuk membaca buku. ''Begitu siap, Lulu kembali ke sini ya?'' kata Bu Guru.
Cara ini tak langsung berhasil. Namun, akhirnya Lulu siap mengikuti kegiatan menyusun balok bangunan. Metode pendisiplinan yang digunakan guru Lulu bisa disebut time away. Time away adalah salah satu cara pendisiplinan yang disinggung oleh Kerry Jones dalam seminar Managing Children's Behaviourdi Jakarta, 

Ada banyak cara pendisiplinan anak. Mulai dari memukul, menjewer, menyelentik, hingga mengata-ngatai anak dengan kata-kata menyakitkan. Belakangan, orang tua mulai meninggalkan hukuman fisik. Teknik time out pun kemudian banyak menjadi pilihan.
Time out biasa dijalankan dengan cara menyuruh anak ke sudut ruangan yang kosong untuk beberapa menit sampai ia bisa mengendalikan diri. Bisa juga dilakukan dengan cara mengambil hal-hal yang disukainya untuk sementara waktu. Misalnya, melarang nonton tv untuk beberapa hari, memotong uang saku.
Orang tua dan pendidik masa kini cenderung menggunakan teknik yang lebih halus, tapi tak kurang mengontrol. Dari sudut pandang ini, berbagai hukuman, termasuk time out, bahkan juga pemberian hadiah atas suatu perbuatan adalah pelbagai bentuk kontrol orang tua dan guru. Pesan yang tertangkap oleh anak, mereka disayangi hanya bila mereka menyenangkan hati orang tua. Padahal, bukan itu sebenarnya pesan yang ingin disampaikan sebagian besar orang tua maupun guru di sekolah. 

Mengontrol diri sendiri
Time out juga termasuk tindakan mengontrol anak. Alih-alih merenungkan perbuatan buruk yang dilakukannya, anak-anak saat dikenai time out justru melakukan yang lain. ''Selama (time out--red) itu, ia mengejek, atau memikirkan cara membalas (hukuman itu --red) Anda?'' kata Jones yang juga wakil kepala sekolah sebuah sekolah nasional plus di Jakarta. 


''Cara ini berhasil untuk jangka pendek,'' kata wanita bertubuh tegap itu. Misalnya, anak akan menghentikan perbuatan mengganggunya. Tapi, dari pengalamannya, Jones menyangsikan keefektifan time out untuk jangka panjang. Karena itu, ia menyimpulkan, pada banyak kasus, time out tidak efektif.
Salah satu cara yang tak bersifat menghukum adalah dengan memberi kesempatan anak untuk mengontrol dirinya sendiri. Orang menyebutnya teknik disiplin positif. Salah satunya dengan cara time away. Sebenarnya, time away hampir mirip dengan time out. Jadi, anak dihentikan dari keadaan di mana ia tak bisa mengendalikan dirinya sendiri dan memerlukan waktu beberapa menit untuk memulihkan keadaannya.

Time away tak hanya bisa dilakukan di sekolah. Time away, menurut Kerry Jones, justru lebih mudah dilakukan di rumah. Sebab, orang tua lebih mengenal anak, lebih mengetahui kegiatan yang disukai sang anak. Bila time out, anak disuruh masuk kamar. Tapi, time away, anak disuruh memilih kegiatan yang disukainya dalam waktu tertentu. Bila selesai, saran Jones, ajak anak bicara mengapa ia harus melakukan pekerjaan atau tugas itu.
''Intinya, membangun pengertian anak,'' kata pendidik asal Australia yang mempunyai pengalaman lebih dari 15 tahun di bidang usia dini ini. ''Berbicara itu penting.'' Bila anak tak mau membantu pekerjaan rumah tangga, misalnya, Jones menyarankan agar orang tua memberi penjelasan. Anak perlu tahu pentingnya ia melakukan pekerjaan itu untuk dirinya dan orang lain. Misalnya, jika ia membersihkan kamar, kamar menjadi bersih, tidur jadi enak, dan menimbulkan rasa nyaman. 

Nah, bila anak selalu menolak, kata Jones, minta anak menyatakan saat ia siap melakukan tugasnya. Dan, ia harus melakukannya saat yang dijanjikannya. Kepada peserta seminar yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pendidik Anak Usia Dini Indonesia ini, Jones menjelaskan, metode pendisiplinan ini memberi anak lebih banyak peluang untuk membuat keputusan. Sebab, bagaimanapun juga, anak belajar cara membuat keputusan yang baik adalah dengan membuat keputusan, bukan dengan mengikuti instruksi.

Konsekuensi logis dan alami
Mendisiplin anak tanpa menghukum muncul dari kalangan yang memegang prinsip unconditional love (cinta tanpa syarat) antara orang tua dan anak. Namun, kalangan ini tak sependapat bila mereka mengembangkan pola asuh permisif. Pandangan ini menyebut banyak cara mendisiplin anak tanpa menyakiti hati anak. Selain time away, Jones menyebut, disiplin bisa dipelajari melalui pengalaman konsekuensi alami dan logis.

Konsekuensi alami memungkinkan anak mengalami konsekuensi yang secara alamiah terjadi sebagai hasil dari tindakan mereka. Misalnya, jika sikecil menolak menyimpan mainannya yang tergeletak di belakang mobil di garasi, Ayah menabraknya saat berangkat kerja esok harinya. Soalnya, ayah tak tahu barang itu ada di sana. Anak akan ingat untuk menyimpan mainannya di hari-hari berikutnya. Tentu saja, ada konsekuensi alami yang tak boleh dilakukan orang tua, misalnya konsekuensi alami bermain di jalan.

Konsekuensi logis adalah konsekuensi yang secara logis berhubungan dengan perilaku anak. Misalnya, si kecil menolak menyimpan mainannya, dan diingatkan jika tidak disimpan, ayah dan ibu akan menyimpan untuk beberapa waktu. Maka, anak yang tak menyimpan mainannya dan mainan itu disingkirkan orang tuanya akan belajar menyimpannya saat diminta.
Konsekuensi yang secara logis tak berhubungan dengan perilaku anak seperti halnya melarang menonton televisi karena tidak menyimpan mainan. Penting dicatat, tak ada satu cara disiplin yang mudah. Tak ada pula cara mendisiplin anak yang benar atau yang salah. Setiap anak, setiap orang tua, dan setiap keluarga berbeda dan perlu mencari paduan teknik disiplin yang cocok bagi mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar