PERTANYAAN:
Anak saya umur 4 tahun, saat ini
ikut neneknya di Yogyakarta sekolah TK baru mulai 3 minggu., karena saya harus
bekerja dari pagi hingga sore. Posisi saya di Sidoarjo. Saya agak dilema
mengenai perkembangan psikisnya. baikkah untuk ke depannya, jika ia ikut
neneknya? Ato sebaiknya ikut saya sekolah di Sidoarjo, tapi harus saya tinggal
bekerja karena dia rewel/ menangis sambil teriak kalau saya pulang kerja?
Sebaiknya bagaimana ya?
JAWABAN:
Pada dasarnya, selama orang tua
masih menjadi sosok yang berperan penting secara aktif dalam hidup anak, maka
tetap yang terbaik untuknya adalah hidup bersama orang tua, terutama di
masa-masa balita di mana masa ini adalah masa keemasan anak untuk menerima
berbagai informasi serta nilai-nilai normatif tanpa disaring.
Karena itulah, bila anak diasuh
oleh orang lain yang jauh dari jangkauan orang tua, tidak tertutup kemungkinan,
ia akan mendapatkan nilai-nilai yang kurang sesuai dengan yang akan diterapkan
oleh orang tua.
Pada saat anak kembali diasuh
oleh orang tua, tidak tertutup kemungkinan, ia akan mengalami kebingungan bila
antara pola asuh orang tua dengan pola asuh yang terbiasa ia terima berbeda.
Dan akibatnya, bisa jadi, ia akan menjadi anak yang “tampak” bermasalah di
hadapan orang tua.
Untuk itu, bila memang masih
memungkinkan, maka lebih baik anak, tinggal bersama orang tua sebagai figur
paling penting dalam hidupnya.
Lantas, bagaimana untuk
meminimalisirkan dampak dari kesibukan orang tua terhadap anak seperti
permasalahan ibu?
Seperti sebuah pepatah kuno yang
mengatakan, “Ada banyak jalan menuju Roma.” Maka kami-pun optimis, kita selalu
memiliki alternatif yang sesuai dengan kebutuhan kita.
Kami coba mengajukan
tips dari dua kebutuhan anak yang essential, yaitu “Keamanan” dan
“Pengalaman” :
1. Menekankan “Kualitas” dan
bukan “Kuantitas”
Artinya adalah orang tua tidak
perlu kuatir bahwa sangat sedikitnya waktu bersama anak, akan menjadi masalah.
Karena yang terpenting adalah bagaimana kualitas waktu bersama anak dan
bagaimana anak merasakan cinta orang tua dalam wujud yang sesungguhnya (bukan
sekedar ada bersama anak, melainkan hadir bersama anak).
Nah, beda antara “ada bersama
anak” dengan “hadir bersama anak” terletak dari bahasa tubuh. Kita mampu
mengendalikan kata-kata kita, namun, sulit untuk mengendalikan bahasa tubuh.
Bila kita mengucapkan “cinta”, sedangkan pikiran kita adalah “jengkel”, maka,
bahasa tubuh kita-pun akan cenderung kaku dan berjarak.
Sedangkan anak-anak adalah
pengamat yang sangat bagus dalam menangkap pesan-pesan dari perilaku. Lebih
mudah bagi anak-anak untuk mengamati perilaku daripada mendengarkan kata-kata, sehingga
bila anak hanya diberitahu bahwa dia dicintai, namun, bahasa tubuh tidak
menunjukkan hal itu, maka, sulit bagi anak untuk memahami dengan jelas.
Pelimpahan materi, seperti yang
ditekankan oleh kebanyakan orang tua pada umumnya, hanya merupakan faktor
penunjang, bukan faktor utama. Ada banyak kasus di mana keterlimpahan materi
bukannya mendukung perkembangan jiwa anak, namun, justru membuat anak
terjerumus.
2. Cintai anak secara positif
Untuk membuat waktu berkualitas
menjadi maksimal di tengah jadwal orang tua yang padat, maka, selalu pastikan
bahwa orang tua tetap menyediakan waktu untuk mendengarkan cerita sehari-hari
anak, menyediakan hati untuk bermain bersama/ membacakan cerita/ menjalankan
hobby bersama, serta yang paling penting adalah memeluk ketika anak sedih,
bangga ketika anak bahagia.
Membuat anak menjadi merasa
berharga sama pentingnya dengan menjaga keselamatan jiwanya. Kebanyakan kasus
anak-anak bermasalah, ternyata bersumber dari orang tua yang bermasalah karena
selalu mempermasalahkan sesuatu yang bukan masalah, akibat faktor rendah diri
orang tua yang telah terpupuk sejak kecil dan tanpa disadari, ketika dewasa,
dialihkan ke anak dengan tuntutan agar anak menjadi sempurna.
Maka, sebisa mungkin hindari
kata-kata “kamu anak nakal”, “gak tau sudah susah payah orang tua besarkan
dirimu”, “pemalas”, dll.
Bukan berarti kami menyarankan
untuk memanjakan, justru sebaliknya, orang tua harus mendidik karakter anak
untuk mandiri melalui kata-kata positif dan membesarkan hati bila anak mengalami
kegagalan (seperti nilai jelek atau tidak sengaja memecahkan gelas, dan
sebagainya)
3. Percayai anak untuk turut
bertanggung jawab
Artinya adalah memberi
kepercayaan pada anak bahwa dia juga bisa diandalkan, walaupun serba terbatas,
seperti misalkan membersihkan meja sehabis makan (walaupun tidak bisa bersih)
dan sebagainya.
Banyak orang tua yang merasa anak
masih terlalu kecil untuk melakukan itu semua sehingga anak cenderung terpenuhi
semuanya oleh pembantu, atau mungkin orang tua mengerjakan sendiri karena tidak
sabar dengan anak.
Dengan begitu, orang tua akan
sekaligus mengajarkan anak tentang kemandirian, tanggung jawab, dan juga
kepedulian terhadap rumah tangga.
4. Menggunakan Jasa Pengasuh yang
terpercaya
Hal ini tidak kalah pentingnya
untuk diperhatikan oleh orang tua yang memiliki jadwal padat. Peran pengasuh
sangat penting bagi terjaminnya keselamatan jiwa maupun terarahkannya
perkembangan jiwa anak sejak usia dini. Pengasuh yang sulit dikendalikan atau dikontrol
oleh orang tua akan memungkinkan munculnya dualisme kepemimpinan dalam diri
anak, terutama bila orang tua berada di rumah.
Banyak kasus yang terjadi di mana
anak lebih dekat dengan pengasuh daripada dengan orang tua, atau anak yang
takut dengan pengasuh tapi tidak berani mengungkapkan karena orang tua jarang
di rumah, ataupun anak yang mendapat pengaruh buruk dari pengasuh.
Dengan memastikan bahwa anak
berada bersama dengan pengasuh yang memahami visi misi orang tua terhadap anak
dan mampu memastikan tanggung jawabnya untuk keselamatan anak, maka, ibu-pun
akan mampu bekerja dengan tenang.
Hal ini tentu selama point no. 1
mendapat perhatian yang utama sebagai dasar dari terbentuknya hubungan
emosional yang efektif antara orang tua dan anak di tengah-tengah jadwal yang
padat.
Demikian beberapa tips yang dapat
kami sampaikan saat ini. Tentu, tidak tertutup kemungkinan ibu ada
pertimbangan-pertimbangan lain sehingga ada alternatif yang dapat didiskusikan
lebih lanjut. Dengan senang hati, kami mencoba mendukung sebaik mungkin.
Kami sangat meyakini bahwa
“Kebahagiaan Orang Tua”, merupakan dasar dari tercapainya kebahagiaan anak.
Bila orang tua bahagia, maka, akan terpancar dalam bahasa tubuh sehingga
anak-pun akan turut bahagia. (sumber: www.psikoanak.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar